Definisi & Bentuk Nyata Pacaran Islami

saya pengen tanya: Dari manakah bpk mendapatkan istilah “pacaran islami”; dari alQURAN kah atau hadist atau Qias atau ijma’ulama atau fatwa ulama barangkali atau ada rekomendasi dari ulama?Atau malah jgn2 dari pendapat dan tafsir diri anda pribadi?

Bertanyalah dengan sesopan-sopannya. Al-Qur’an tidak mengajarkan kita untuk bersangka buruk, ‘kan?

Menurut kaidah dari ushul fiqih, semua muamalah itu boleh, kecuali bila ada larangan dari nash secara qathi. (Kaidah2 itu dirumuskan oleh para ulama ahli ushul fiqih berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.) Pacaran itu tergolong muamalah. Jadi, menurut kaidah tersebut, pertanyaan kita seharusnya: Manakah nash yang secara qath’i melarang pacaran islami? Baca lebih lanjut

Pacaran sesudah menikah lebih nikmat?

Kata orang, pacaran sesudah menikah itu nikmat banget. Sampai ada bukunya segala. Kalau gak salah, judulnya: Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan. Kata orang pula, “Pacaran itu halal, tapi sesudah menikah.”

Benarkah pacaran sesudah menikah itu nikmatnya melebihi pacaran sebelum menikah? Benarkah pacaran itu halal hanya jika sesudah menikah?

Eh, saya tidak hendak memperdebatkannya. Di sini saya hanya mengajak kita semua untuk kembalikan makna kata pacaran ke makna aslinya (bukan makna palsunya). Lalu Anda bisa menilai sendiri apa benar bahwa pacaran setelah menikah itu nikmat banget, bla bla bla.

Baca lebih lanjut

Taaruf dan pacaran islami: Mana yang lebih efektif?

Dalam “studi kasus” terhadap seseorang, supaya lebih mengenal dia, manakah yang lebih efektif: [1] perhatikan isi rumahnya, amati lingkungan pergaulannya, kenali latar belakang pendidikannya, telusuri bacaannya, cari keterangan dari saudara dan temannya, dan berdiskusi saat silaturahmi; ataukah [2] menjalin hubungan cinta yang mendalam dengan dia, yang mengandung segala makna kasih sayang, keharmonisan, penghargaan, dan kerinduan, di samping mengandung persiapan-persiapan untuk menempuh masa depan bersama, serta menyelinginya dengan tanda-tanda cinta yang manis dan makruf, seperti tukar-pikiran dan tukar-bantuan?

Baca lebih lanjut

Pacaran bukanlah seperti membuka buku sampai lecek dan lusuh

Sebagian orang menyatakan, “Pernikahan yang diawali dengan pacaran ibarat membeli buku yang dijadikan contoh (sample) dari jenis buku yang mahal.” Pernyataan analogis (pembandingan) itu sudah lama disuarakan, tapi hingga kini masih sering didengang-dengungkan oleh kelompok tertentu. Akibatnya, analogi tersebut menjadi mitos yang dipercayai kebenarannya, padahal menyesatkan.

Menyesatkan? Ya! Pernyataan mereka itu mengandung sesat-pikir (fallacy) lantaran pembandingan yang “pincang” dan “tidak relevan”. Baca lebih lanjut

Begitukah definisi pacaran yang benar?

Apa definisi pacaran yang “benar” (yang bisa berlaku bagi kita bila kita berbicara tentang pacaran)? Seorang penentang islamisasi pacaran (selanjutnya disebut SPIP) menolak definisi pacaran menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), yaitu “bercintaan dengan kekasih-tetap”. Di forum MyQuran, 2 Desember 2007, SPIP menulis:

Sebagaimana definisi “gerhana matahari” … kita merujuk kepada ahli fisika atau ahli astronomi, pada makna “pacaran” kita merujuk kepada ahli sosiologi atau ahli psikologi, yang memang berkompeten menjawab dan memaparkan fenomena hubungan antara laki2 dan wanita pra nikah semacam “pacaran”.

Diantaranya “..Pacaran adalah hubungan antara cowok dan cewek yang diwarnai keintiman. Keduanya terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui pasangan sebagai pacar”. Demikian definisi yang dikemukakan Reiss dalam buku Marriage and Family Development karangan Duval and Miller, keluaran tahun 1985. So, pacaran berarti kita sudah melangkah lebih jauh dalam hal usaha mengenal lawan jenis. Di sini kita sudah bikin komitmen sama si pacar. (http://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/26/muda/584131.htm).

Jadi 2 orang lain jenis yang disebut “berpacaran” itu adalah ketika hubungan diantara mereka ditandai dengan “keintiman”, “perasaan cinta”, dan yang terpenting “saling mengakui pasangan sebagai pacar”.

Terhadap definisi tersebut, kita perlu menyampaikan beberapa catatan sebagai berikut:

Baca lebih lanjut

Definisi Pacaran Sangat Jelas

Sebagian penghujat ‘pacaran islami’ mendefinisikan, “Pacaran adalah aktivitas menumpahkan rasa suka dan sayang kepada lawan jenis.” (JNC: 58) Dalam pandangan saya, definisi tersebut sesat-pikir lantaran ‘terlalu sempit’ dan ‘membingungkan’. (Lihat JSP: 33-34.) Kata ‘menumpahkan’ di situ membingungkan karena bersifat sangat konotatif. Selain itu, di situ hanya diungkap hubungan searah, padahal pacaran adalah aktivitas timbal-balik dua pihak. Jadi, jika definisi tersebut yang dipakai, tentu saja definisi ‘pacaran’ menjadi tidak jelas.

Sementara itu, walau mereka berargumen dengan ‘tidak jelasnya definisi pacaran’, ada kalanya mereka malah berusaha menjelaskan definisi ‘pacaran’. Alasan mereka, “Supaya simpel dan kita nggak terjebak pada definisi yang mengaburkan.” (KHP: 114) Mereka menerangkan: “Pacaran yang nggak jelas definisinya itu, sebenarnya cuma ekspresi … perasaan ‘suka’ pada lawan jenis, terus ditindaklanjuti dengan perilaku-perilaku yang dianggap romantis dan kemudian publik memberikan pengakuan si A pacaran dengan si B, si A pacarnya si B.” (KHP: 113) “Pokoknya yang namanya pacaran tuh, hubungan laki-laki perempuan yang bukan muhrim dalam sebuah komitmen selain Nikah! Titik.” (KHP: 114)

Begitulah mereka berusaha menunjukkan definisi-definisi ‘pacaran’ yang ‘simpel dan tidak mengaburkan’. Padahal, mereka juga menyatakan bahwa definisi ‘pacaran’ tidak jelas. Dengan begitu, saya pandang argumentasi tersebut sesat-pikir lantaran kontradiktif. Mengapa sampai kontradiktif dan bagaimana mengatasinya? Mereka belum menjelaskannya di buku mereka itu. Titik?

Baca lebih lanjut