Definisi Pacaran Sangat Jelas

Sebagian penghujat ‘pacaran islami’ mendefinisikan, “Pacaran adalah aktivitas menumpahkan rasa suka dan sayang kepada lawan jenis.” (JNC: 58) Dalam pandangan saya, definisi tersebut sesat-pikir lantaran ‘terlalu sempit’ dan ‘membingungkan’. (Lihat JSP: 33-34.) Kata ‘menumpahkan’ di situ membingungkan karena bersifat sangat konotatif. Selain itu, di situ hanya diungkap hubungan searah, padahal pacaran adalah aktivitas timbal-balik dua pihak. Jadi, jika definisi tersebut yang dipakai, tentu saja definisi ‘pacaran’ menjadi tidak jelas.

Sementara itu, walau mereka berargumen dengan ‘tidak jelasnya definisi pacaran’, ada kalanya mereka malah berusaha menjelaskan definisi ‘pacaran’. Alasan mereka, “Supaya simpel dan kita nggak terjebak pada definisi yang mengaburkan.” (KHP: 114) Mereka menerangkan: “Pacaran yang nggak jelas definisinya itu, sebenarnya cuma ekspresi … perasaan ‘suka’ pada lawan jenis, terus ditindaklanjuti dengan perilaku-perilaku yang dianggap romantis dan kemudian publik memberikan pengakuan si A pacaran dengan si B, si A pacarnya si B.” (KHP: 113) “Pokoknya yang namanya pacaran tuh, hubungan laki-laki perempuan yang bukan muhrim dalam sebuah komitmen selain Nikah! Titik.” (KHP: 114)

Begitulah mereka berusaha menunjukkan definisi-definisi ‘pacaran’ yang ‘simpel dan tidak mengaburkan’. Padahal, mereka juga menyatakan bahwa definisi ‘pacaran’ tidak jelas. Dengan begitu, saya pandang argumentasi tersebut sesat-pikir lantaran kontradiktif. Mengapa sampai kontradiktif dan bagaimana mengatasinya? Mereka belum menjelaskannya di buku mereka itu. Titik?

“Sudahlah,” seru mereka. “Mendingan kita nggak usah cari-cari kesempatan untuk ikut bagian orang-orang yang menyuburkan aktivitas baku syahwat ini. Abis, nggak jelas, gitu!” (KHP: 114) Tampaknya, pada ‘pokoknya’, mereka mendefinisikan, “pacaran adalah aktivitas baku syahwat yang dilarang oleh Islam (haram).” (JNC: 71)

Namun, dalam pengamatan saya, definisi yang ‘pokok’ tersebut sesat-pikir lantaran ‘menetapkan aksiden’. (Aksiden merupakan sifat yang “dapat ada dan dapat tidak ada”) (JSP: 16). Memang, aktivitas baku-syahwat di luar nikah dilarang oleh Islam. Tapi, apakah pacaran merupakan ‘aktivitas baku-syahwat’? Belum tentu. Dalam pacaran, bisa ada aktivitas baku-syahwat, bisa pula tidak ada aktivitas baku-syahwat!

Mungkin mereka bingung: “Kalau mau didefinisikan bahwa pacaran adalah proses awal untuk saling mengenal sebelum menuju pernikahan, juga nggak sepenuhnya benar. … Nggak semua orang, pacaran diniatin menikah, kan?” (KHP: 113) “Ketidakjelasan definisi pacaran juga terlihat pada ketidakjelasan batasannya. Apakah dua orang yang saling suka dan mengungkapkannya sudah bisa disebut pacaran, atau bahkan yang lebih dari itu masih juga disebut pacaran?” (KHP: 114)

Untuk menjawabnya, mari kita merujuk ke definisi yang dibakukan di buku KBBI, kamus resmi bahasa kita. Buku PIA mengungkap: “Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002: 807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; [atau] berkasih-kasihan [dengan sang pacar]. Memacari adalah mengencani; [atau] menjadikan dia sebagai pacar.” (PIA: 19) “Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut (lihat halaman 542) adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.” (PIA: 20)

Jika definisi-definisi baku tersebut kita satukan, maka rumusannya bisa terbaca dengan sangat jelas sebagai berikut: Pacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan (antara lain dengan saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan bersama) dengan kekasih atau teman lain-jenis yang tetap (yang hubungannya berdasarkan cinta-kasih). Singkatnya, pacaran adalah bercintaan dengan kekasih-tetap.

Dengan demikian, pacaran yang aktivitasnya “lebih dari” bercintaan, misalnya ditambahi aktivitas baku-syahwat, itu pun masih dapat disebut ‘pacaran’ (tetapi bukan ‘pacaran islami’)! Sedangkan, pada dua orang yang baru saling mengungkapkan cinta telah ada aktivitas bercintaan, tetapi belum ada hubungan yang ‘tetap’, sehingga belum tergolong pacaran.

Hubungan yang ‘tetap’ itu dapat tercipta dengan ikatan janji atau komitmen untuk menjalin kebersamaan berdasarkan cinta-kasih. Kebersamaan yang disepakati itu bisa berujud apa saja. Dengan demikian, yang tidak diniatkan untuk nikah masih bisa dinyatakan pacaran. Bahkan, ‘hidup bersama tanpa nikah’ pun bisa disebut ‘pacaran’ (tetapi bukan ‘pacaran islami’)!

Satu tanggapan

  1. assalamualaikum wr. wb.

    saya hanya ingin tahu saja, apa motivasi bapak mengkampanyekan pacaran islami ini? karena bapak kan sudah berkeluarga, sudah tidak terlibat di dunia anak muda hehe.

  2. Ping-balik: Begitukah definisi pacaran yang benar? « Bukan Zina

  3. Wuah, sudah lama gak main2 ke blog ini (dan saudara2nya blog ini)
    Setelah surfang-surfing ttg polemik pacaran islami ini, akhirnya saya mau comment dikit lagi:

    Allah telah melarang orang-orang mukmin zaman dulu ketika mereka berkata, “Raa’inaa”. Allah memerintahkan mereka untuk menggantinya dengan “Unzhurnaa”, yang maknanya sama: “Lihatlah kami.” Ini karena orang-orang yang tidak beriman, suka memplesetkan “Raa’inaa” menjadi “Ruu’unah” yang maknanya tidak baik.
    Jadi di sini ada manhaj: “gantilah ungkapan/istilah yang riskan (bisa diselewengkan pengucapannya/maknanya/implikasinya) dengan ungkapan/istilah yang aman-aman saja.”
    Ups…sori, saya bukan ahli agama, jadi lupa di surat or ayat apa tadi (soalnya ‘ahli agama’ adalah orang yg paling sulit didakwahi…takut ah kalo jadi ‘ahli agama’…hihihi…maunya jadi ahli surga aja)
    Kayaknya istilah pacaran islami bisa dianalogikan dengan masalah “raaina n unzhurnaa” tadi.
    Daripada bikin ruwet, dikomplain banyak sodara sesama muslim, diselewengkan tujuan baiknya, yeah, lebih baik cari istilah lain saja lah…

    Tanggapan Pengelola:

    Untuk saudara-saudara kita yang tidak menyukai istilah “pacaran islami”, kami sediakan istilah “tanazhur pranikah”. Lihat http://pacaranislami.wordpress.com/about/

  4. Assalamualikum…
    sudah banyak artikel di blok ini yang saya baca. saya ga tau gmn jalan pikiran penulis ini. saya pikir smua tulisan dsni membuka jalan yana lebar untuk berbuat maksiat.memang sih.. dikuatkan dengan berbagai dalil.(Wallahualam penafsiran dalilnya benar apa salah.maklum..saya bukan ahli tafsir).sebenarnya yang di inginkan penulis, ridho dari allah ato pujian dari para remaja yang minta di dukung perbuatan pacaran mereka yang sekarang sedang merajalela….
    di dalam Alquran bukannya sudah di jalaska bahwa kita tidak boleh ‘medekati zina.’ Sedangkan membolehkan berpacaran, berarti kita sudah membiarkan orang untuk mendekati zina. coba penulis mensurvey, banyaknya terjadi perzinahan itu, berawal dari PACARAN. jadi jangan samakan kondisi pada zaman Rasulullah dulu dengan zaman sekarang, yang pergaulannya sdh bener2 bebas.
    Dengan adanya PACARAN ISLAMI, berarti ada juga MENCURI ASLAMI, MEMPERKOSA ISLAMI, DLL. Semoga Allah memberikan rahmat dan Hidayahnya untuk kita Semua, Amien………
    Wassalamualaikum……

    Tanggapan Pengelola:

    Benarkah ukhti sudah membaca artikel2 di sini dan di blog Pacaran Islami? Kami masih ragu. Sebab, semua yang ukhti persoalkan itu sudah ada jawabannya.

    Untuk survei mengenai kaitan antara pacaran dan mendekati zina, lihat http://pacaranislami.wordpress.com/2007/09/03/ciuman-dengan-pacar/

    Untuk persoalan adakah memperkosa secara islami dsb, lihat http://wppi.wordpress.com/2007/12/02/adakah-memperskosa-secara-islami/

    wa’alaykum salam….

  5. Assalamualaikum wr wb

    mindsetnya masih pacaran = zina
    jadinya jelas haram…

    emang bener si, yg pada pacaran itu banyak yg pegang2an…kissing…makanya jadi haram…koz mendekatkan kepada yg haram….

    sama kaya jadi pejabat…tu juga haram
    dalam islam g boleh jadi pejabat…
    liat deh pejabat negara…dari yg atas sampe bawah…byk yg korup…banyak yg tadinya bersih, krn g kuat jadi ikutan korup…karena takut dikucilkan, jadi ikutan korup…karena ditekan bozz, jadi mo ga mao korup…

    so, jadi pejabat itu haram dalam islam…koz mendekatkan seseorang pada korup….

    bener g sih kalo cara berpikirnya kaya gitu???
    think twice…mm no…thousand times…

    Wassalam

  6. hehehe emang susah merubah mind set
    butuh energi besar, butuh kesabaran revolusioner

    saya yang mendukung aktivitas berkasih dan bercinta ala Islam saja sering dituduh tukang fitnah oleh para pendukungnya pula, apalagi menanggapi mereka yang benar2 penentangnya, lebih pusing ternyata

    sedih deh

  7. aslkm
    asyik jg ya ngomongin pacaran
    hehehe
    kebetulan aj, kami pernah ngobrol2 tentang masalah itu. trus dlm diskusi itu diambil kesimpulan gn…
    sebenarnya emang belum pernah menemukan istilah pacaran dalam literatur islam (al-quran dan HAdis) juga dalam kitap2 klasik,
    trus gak da definisi yang jelas tentang pacaran,
    jadinya secara definitif “pacaran” gak bisa di kenai suatu hukum syar`i tertentu (mis : Halal, Haram, Makruh de el el..).
    yang bisa di kenai hukum (halal/ haram/ lainnya ) adalah aktivitas dalam pacaran tersebut…, kl aktivitasnya melanggar aturan syariat ya haram,
    kalo aktivitasnya cuman sekedar kirim sms ” met bobox ya” ya gak papa kaliii

    itu aj kaya`e inti yg terekam dlm memori gue
    jd..
    Kalo Aktivitasnya seperti yg tertulis dalam KBBI di atas, maka masih ada kemungkinan….bagaimana bentuk aktivitas dalam mengungkapkan kasih sayang tersebut,
    sekali lagi kalo melanggar batas syariat ya haram, kl enggak ya enggak

    KELIATANNYA SIIIH, CMN MASALAHNYA GAK KELIATAN JE… HEHEHEHE

    wallahua`lam biniyyatina wabi`amalina
    wslkm

  8. Ping-balik: Pacaran ala Tokoh Muhammadiyah « Fiqih Asmara

  9. Ping-balik: Apa yang dimaksud dengan “pacaran”? « Satria's Blog

  10. saya juga bingung kenapa saya pacaran
    mungkin saya ingin merasakan nikmat nya masa muda
    apakah saya harus melekuken ini saya juga bingung gitu
    saya tau perbuatan yang saya lakukan adalah maksiat
    tapi saya sudah saiiang sama pacar saya gitu
    bagai mana jawaban’a toLong jawab ya
    terimakasih

Komentar ditutup.